Pages

Kamis, 27 September 2012

Tugas Resume Asma

TUGAS RESUME
PENYAKIT ASMA PADA ANAK











Disusun oleh :

1.      Heryus febri wulandari (10620325)
2.      Siti nurkhalimah            (10620335)




PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2012







1.1 Definisi
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan.
Asma adalah penyakit paru yang didalamnya terdapat obstruksi jalan nafas, inflamasi jalan nafas, dan jalan nafas yang hiperresponsif atau spame otot polos bronkial. Serangan asma dapat dipicu oleh alergen spesifik (misal, serbuk sari bunga, jamur, bulu binatang, debu atau makanan) atau oleh faktor lain seperti perubahan cuaca, infeksi pernapasan, latihan, atau faktor emosional. Asma terjadi karena interaksi komplek diantara sel-sel dan mediator inflamasi di jalan napas dan pengaturan saraf otonom dari jalan napas, sehingga terjadi hal-hal berikut ini:
1.      Kontraksi otot polos bronkial
2.      Brokospaame
3.      Edema mukosa karena inflamasi sel-sel di jalan napas dengan cidera pada epitel
4.      Peningkatan produksi mukus (lendir)
5.      Sumbatan lendir
6.      Udara yang terperangkap di belakang jalan napas yang tersumbat atau menyampit
7.      Oksigenasi dan ventilasi yang tidak mencukupi
8.      Respon lapar udara yang menimbulkan perilaku gelisah.
Serangan asma dapat berupa sesak napas ekpiratoir yang paroksimal berulang-ulang dengan mengi (whezing) dan batuk yang disebaboleh konstriksi atau spasme otot bronkus dan produksi lendir kentalyang berlebihan.
Asma merupakan penyakit familiar, diturunkan secara poligenik dan multifaktorial. Telahditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibilitas (HLA) dan tanda genetik pada molekul imunoglobulin G (IgG).
1.2 Insiden  
Asma menyerang 5% sampai 10% semua anak, kira-kira 2-20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Dilaporkan di beberapa negara angka kejadian asma meningkat, misalnya di Jepang, Melbourne, dan Taiwan. Di Poliklinik Subbagian Anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih 50% kunjungan merupakan penderita asma. Jumlah kunjungan di Poliklinik Subbagian Anak berkisar antara 12000-13000 atau rata-rata 12.324 kunungan per tahun. Pada tahun 1985 yang perlu mendapat perawatan karena serangan asma yang berat ada 5 anak, 2 anak diantaranya adalah pasien poliklinik paru. Sedang yang lainnya dikirim oleh dokter luar. Tahun 1986 hanya terdapat 1 anak dan tahun 1987 terdapat 1 anak yang dirawat karena serangan asma yang berat.
1.3 Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama adalah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktivitas bronkus). Hiperreaktivitas bronkus belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga karena adanya hambatan sebagian sistem adrenergik, kurangnya enzim adenil-siklase dan meningginya tonus sistem parasimpatik. Keadaan demikian menyebabkan mudah terjadinya kelebihan tonus parasimpatik kalau ada rangsangan sehingga terjadi spasme bronkus. Banyak faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimiawi, saraf otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena itu asma disebut penyakit multifaktorial.
Asma (hiperreaktivitas bronkus) agaknya diturunkan secara poligenik. Alergik (atopi) salah satu faktor pencetus asma juga diturunkan secara genetik tapi belum pasti bagaimana caranya.
1.4 Patologi
Asma ditandai 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot bronkus, inflamasi mukosa dan bertambahnya sekret yang berada jalan nafas. Pada stadium permulaan terlihat mukosa jalan nafas pucat, terdapat edema dan sekresi lendir bertambah. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi, sel eosinofil bahkan juga dalam sekret di dalam lumen saluran nafas. Bila serangan terjadi sering dan lama atau dalam stadium lanjut, akan terlihat deskuamasi epitel, penebalan membran hialin basal, hiperplastin elastin, hiperplasi dan hipertrofi otot bronkus dan jumlah sel goblet bertambah. Kadang-kadang pada asma menahun atau pada serangan yang berat terdapat penyumbatan bronkus oleh mukus yang kental ynag mengandung eosinofil.     
1.5 Patogenesis
Seperti telah dikemukakan bahwa banyak faktor yang memepengaruhi terjadinya asma sehingga belum ada patogenesis yang dapat menerangkan semua penemuan pada penyelidikan asma.
Salah satu sel yang memegang peranan penting pada patogenis asma ialah sel mast. Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergan, infeksi, exercice dan lain-lain. Sel ini akan mengalami degranulasi dan mengeluarkan bermacam-macam mediator misalnya histamin, slow reakting substance or anaphylaxis (SRS-A), yang dikenal sebagai lekotrin, eoxinophyl chemotactic of anaphylaxis (ECF-A), platelet actifating factor (PAF), bradikinin, enzim-enzim dan peroksidase. Selain sel mast, sel basofil dan beberapa sel yang lain dapat juga mengeluarkan mediator.
Bila alergen sebagai pencetus maka alergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel plasma atau sel pembentuk antibodi lainnya untuk menghasilkan antibobi reagenik, yang disebut juga imunologlobulin E(IgE). Selanjutnya IgE akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel mast. Sel mast yang demikian disebut sel mast yang tersensitisasi. Apabila alergen yang serupa masuk ke dalam tubuh, alergen tersebut akan menempel pada sel mast yang ersensitisasi dan kemudian akan terjadi degradasi dining dan degranulasi sel mast. Mediator dapat bereaksi langsung dengan reseptor di mukosa bronkus sehingga menurunkan siklik AMP kemudian terjadi bronkokonstriksi. Mediator dapat juga menyebabkan bronkokonstriksi dengan mengiritasi reseptor iritan
MBP (Major Basic Protein) enzim proteolitik dan dengan peroksidase akan merusak penghubung antara sel epitel mukosa dan dengan demikian alergen dapat lebih masuk sampai sel mast submukosa. Sel mast submukosa mengeluarkan mediator sehingga menambah jumlah yang berada di lingkungan itu.
Permeabilitas epitel dapat juga meningkat karena infeksi. Asap rokok dengan peningkatan aktifitas reseptor iritan. Mediator dapat pula meninggikan permeabilitas dinding kapiler sehingga IgE dan leukosit masuk ke dalam jaringan ikat bronkus. Dapat juga terjadi reaksi tipe III pada leukosit (reaksi komplek antigen antibodi) kemudian terjadi kerusakan leukosit, lisosom keluar, kerusakan jaringa setempat dan pengeluaran prostaglandin serta mediator lainnya. Prostaglandi F2 (PGIF2) menurunkan silli-ARMP dan terjadi bronkokonstriksi. Lawan dari PGIF2 adalah PGE1 yang meninggikan siklik-AMP dan menyebabkan bronko dilatasi, lekotrin, prostaglandin, PAF (platelet activating factor), tromboksan adalah hasil dari proses asam arachydonide. Ujung saraf vagus merupakan reseptor batuk dan atau resptor tektil (iritan) yang dapat terangsang oleh mediator, peradangan setempat, batuk dan pencetus bukan alergan lainnnya sehingga terjadi reflek parasimpatik, kemudian bronkokonstriksi. Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi maka diperlukan jumlah pencetus sedikit, sebaliknya bila tingkat hiperaktivitas jumlah pencetus banyak untuk menimulkan serangan asma.
Jadi, pada anak banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan asma, atau dengan perkataan lain asma pada anak merupakan penyakit yang multifaktorial.


Pathway



1.6 Manifestasi Klinis
·         Whezing
·         Dypsnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot-otot asesori pernapasan, cuping hidung, retraksi dada, dan stridor.
·         Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kantal dan lumen jalan napas sempit
·         Takypnea, tacicardia, ortpnea
·         Gelisah
·         Berbicara sulit atau pendek karena sesak napas
·         Diaphorosis
·         Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
·         Fatigue
·         Tidak toleran terhadap aktivitas, makan, bermain, berjalan, bahkan berbicara
·         Kecemasa, labil, dan perubahan tingkat kesehatan
·         Meningkatnya ukuran diameter antero posterior (barrel chest).
·         Serangan yang tiba-tiba atau berangsur-angsur.
·         Auskultasi; terdengar ronchi dan cracles. 
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
·         Riwayat penyakit dan periksaan fisik
·         Foto rongen
·         Periksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
·         Pemeriksaan alergi (radio alergosorbent tes; RAST)
·         Pulse oksimetry
·         Analisa gas darah
1.8 Komplikasi
1.      Mengancam pada gangguan keseimbangan asm basa dan gagal napas
2.      Chronik persistent bronkitis
3.      Bronchiolitis
4.      Pnemunia
5.      Empisema


1.9 Penatalaksanaan Terapeutik
·         Serangan akut dengan oksigaen nasal atau masker
·         Terapi cairan parenteral
·         Terapi pengobatan sesuai program;
Beta2 agonist untuk mengurangi bronkospasme: albuterol (proventil, ventolin); dengan pemberian oksigen, dosis oral: 0,1 mg/kg setiap 8 jam; nebulizer; 0,15 mg/kg per dosis dalam 2 ml normal salin; inhalasi 1 atau 2 isapan setiap 4-6 jam. Efeknya; tachycardia, palpitasi, pusing kepala, mual, dysrhythmia, tremor, hipertasi, insomnia. Intervensi keperawatan; jelaskan pada orang tua tentang efek samping dan cara melakukan nebulizer dan fisioterpi dada.
Terbutalin;
Dosis; usia 2-6 tahun; 0,15 mg/kg tiga hari sekali (tidak lebih dari 5 mg per hari); 6-14 tahun; 2 mg tiga kali sehari (tidak lebih dari 24 mg per hari); 14 tahun dan dewasa; 2-6 mg/kg dalam tiga kali sehari atau empat kali sehari (tidak lebih dari 32 mg/hari); inhalasi; 1atau 2 hisapan setiap 4 atau 6 jam; nebulizer; 0,5-1,5 mg setiap 4-6 jam.Efek samping: tachycardia, pusing kepala, tremor, atau gemetar, mual, dan insomnia. Intervensi keperawatan; monitor efek samping dan ajarkan pada orang tua prinsip pemberian pengobatan.
Metaprotenol (alupen, metaprel);
Dosis; 0,3-0,5 mg/kg per dosis setiap 6-8 jam; maksimum 20 mg per dosis. Efek samping; tachycardia, palpitasi, hipertensi, gemeteran, lemah, pusing kepala, mual, muntah, mulut rasa tidak enak.
Dilatasi bronkus dan bronkiolus, mengurangi bronkospasme, dan meningkatkan bersihan jalan napas.
Theophylline ethylenediamine (aminophylline)
Dosis; pada klien tanpa Theophylline, dosis; 6 mg/kg dan melalui intravena; usia 6-9 bulan: 1,0-1,2 mg/kg per jam, usia 9-12 jam; 0,9-1,0 mg/kg per jam, usia 12-16 tahun: 0,6-0,7 mg/kg per jam.
Pemberian dengan melalui aliran cairan intravena jangan lebih dari 25 per menit.
Efek samping; tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointestinal, rangsangan sistem saraf pusat; gejala toxic; sering muntah, haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis dan kejang.
Intervensi keperwatan; atur aliran infus secara ketat, gunakan alat infus khusus misalnya; infus pompa.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK ASMA
1.1  Pengkajian
·         Riwayat asma atau alergi dan serangan asma yang lalu, alergi dan masalah pernafasn.
·         Kaji pengetahuan anak dan orng tua tentang penyakit dan pengobatan.
·         Fase akut; tanda-tanda vital, usaha nafas dan pernafasan, retraksi dada, penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan, cuping hidung,  pulse oximetry. Suara nafas; whezing, menurunnya suara nafas.
Kaji status neurologi; perbahan kesadaran,meningkatnya fatigue, perubahan tingkah laku. Dan kaji status hidrasi
·         Riwayat psikososial; faktor pencetus; stres, latihan, kebiasaan dan rutinitas, perawatn sebelumnya.
1.2  Diagnosa keperawatan
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret atau mukosa.
2.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan CO2.
3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas (odem).
4.      Fatigue berhubungan dengan hipoksia dan meningkatnya usaha nafas. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distres pernafasan.
5.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan. 
1.3  Intervensi
Diagnosa
Tujuan & KH
Intervensi
Rasional
1.                Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.

Tujuan :
-          Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
-          Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
a.      Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.

b.     Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

c.      Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.

d.     Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.

e.      Berikan air hangat.

f.      Kolaborasi obat sesuai indikasi.

a.       Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b.      Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c.       Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d.      Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan
e.       penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.

2.      Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.


























Tujuan :
-          Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
-          Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang
a.       Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
b.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
c.       Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
d.      Observasi pola batuk dan karakter sekret.
e.       Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
f.       Kolaborasi:
-          Berikan oksigen tambahan
-          Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer



a.       kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
b.      Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
c.       Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d.      Rasional: Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
e.       Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas
f.       Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas (odem).
Tujuan:
-          perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat


Intervensi:

-          Kaji/awasi secara rutin keadaan kulit klien dan membran mukosa
-          Awasi tanda vital dan irama jantung
-          Kolaborasi: .berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi klien
-          Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia
-          Penurunan getaran vibrasi diduga adanya penggumpalan cairan/udara
-          Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik.


4.      Fatigue berhubungan dengan hipoksia dan meningkatnya usaha nafas.
Tujuan :
-          Anak tidak tampak fatigue


Kriteria hasil:
-          Tidak iritabel
-          Dapat beradaptasi dan aktivitas sesuai dengan kondisi.

  1. Intervensi :
-          Kaji tanda dan gejala hypoxia; kegelisahann fatigue, iritabel, tachycardia, tachypnea.
-          Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup.
-          Intrusikan pada orang tua untuk tetap berada didekat anak.
-          Berikan kenyamanan fisik; support dengan bantal dan pengaturan posisi.
-          Berikan oksigen humidifikasi sesuai program.
-          Berikan nebulizer; kemudian pantau bunyi nafas, dan usaha nafas setelah terapi.
-          Setelah krisis, ajarkan untuk aktivitas yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan untuk meningkatkan ventilasi,dan memperluas perkembangan psikososial.


5.      Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distres pernafasan.

  Tujuan :
-          Kecemasan menurun
Kriteria hasil:
-          Anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
-          Orang tua merasa tenang dan berpartisipasi dalam perawatan anak.

Intervensi:
-          Ajarkan teknik relaksasi; latihan nafas, melibatkan penggunaan bibir dan perut, dan ajarkan untuk berimajinasi.
-          Pertahankan lingkungan yang tenang ; temani anak, dan berikan support.
-          Ajarkan untuk ekspresi perasaan secara verbal
-          Berikan terapi bermain sesuai dengan kondisi.
-          Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak.
-          Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan.


6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan. 

Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma

a.       Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
b.      Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
c.       Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
d.      Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
e.       Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.

a.       Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
b.      Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
c.       Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
d.      Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
e.       Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.




1.4  Implementasi
Untuk diagnosa 1, 2, 3, dan 4
Mempertahankan pertukaran gas yang adekuat, pembersihan jalan napas, pola napas dan perfusi jaringan:
·         Pertahankan kepatenan jalan nafas; pertahankan support ventilasi bila diperlukan
·         Kaji fungsi pernapasan; auskultasi bunyi napas, kaji kulit setiap 15 menit sampai 4 jam
·         Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oxiymetrydan batasi (penyapihan) atau tanpa alat bantu bila kondisi telah membaik.
·         Kaji kenyamanan posisi tidur anak
·         Monitor efek samping pemberian pengobatan; monitor serum darah; theophyline  dan catat kemudian laporkan ke dokter. Normalnya 10-20ug/ml pada semua usia.
·         Kaji gejala dan tanda efek samping theophyline seperti; mual dan muntah pada gejala awal, cardiopulmonal mencakup; tachycardia, dhysrimia, thacipneu, diuresis, irritability dan kemudian kejang.
·         Berikan cairan yang adekuat peroral atau parenteral.
·         Pemberian terapi pernapasan; nebulizer, fisioterapi dada bila indikasi, ajarkan batuk dan napas dalam efektif setelah pengobatan dan pengisapan sekret (suction).
·         Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada anak untuk menurunkan kecemasan.
·         Berikan terapi bermain sesuai dengan usia.
v  Unuk diagnosa nomer 5
Memberikan lingkungan yang tenang dan mengurangi kecemasan
·         Ajarkan tekhnik relaksasi; latihan napas, melibatkan penggunaan bibir dan perut, dan ajarkan untuk berimajinasi.
·         Pertahankan lingkungan yang tenang; temani anak dan berikan support.
·         Ajarkan untuk ekspesi perasaan secara verbal.
·         Berikan terapi bermain sesuai kondisi  
·         Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak.
·         Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan.
v  Memberikan informasi tantang proses penyakit, perawatan dan pengobatan.
·         Kaji tingkat pengetahuan anak dan orang tuatentang penyakit, penobatan, dan intervensi.
·         Bantu untuk mengidentifikasi faktor pencetus.
·         Jelaskan tentang emosi dan stres yang dapat menjadi faktor pencetus.
·         Jelaskan pentingnya pengobatan; dosis, efek samping, waktu pemberian dan pemeriksaan darah.
·         Informasikan tanda dan gejala yang harus dilaporkan dan kontol ulang,
·         Informasikan pentingnya program aktifitas dan latihan napas.
·         Jelaskan pentingnya terapi bermain sesuai usia.
1.5  Evaluasi
·         Fungsi paru anak optimal
·         Anak sanggup melakukan aktifitas sehari-hari
·         Anak berpartisipasi dalam aktivitas ketahanan (mis, berenang, tenis)
1.6  Perencanaan pemulangan
·         Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan gambar-gambar atau phantom.
·         Fokuskan pada perawatan diri di rumah.
·         Hindari faktor pemicu; kebersihan lantai rumah, debu-debu, karpet, bulu binatang dan lainnya.
·         Jelaskan tanda-tanda bahaya yang akan muncul.
·         Ajarkan penggunaan nebulizer.
·         Keluarga perlu memahami tentang pengobatan; nama obat, dosis, efek samping, waktu pemberian.
·         Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut, dan stres.
·         Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan, termasuk latihan napas.
·         Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutisi yang adekuat.  
1.7 Manfaat elektrolit bagi tubuh 
      Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kaalium (K+), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-), HCO3-, HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-.. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+).
      Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya :
  •       Natrium: fungsinya sebagai  penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstra sel.
  •       Kalium: fungsinya mempertahankan  membran potensial elektrik dalam tubuh.
  •       Klorida: fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan ekstrasel.
  •       Kalsium: fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-otot, deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah.
  •       Magnesium: Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh.

1.8 Mekanisme Batuk 
      Reflek batuk muncul karena adanya mekanisme yang berurutan dari komponen reflek batuk, adapun komponen reflek batuk adalah reseptor, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferan dan efektor. Reseptor batuk tersebar di larings, trakea, bronkus, telinga, lambung, hidung, sinus paranasal, faring dan perikardium serta diafragma. Saraf yang berperan sebagai aferen yaitu n.vagus, trigeminus dan frenikus. Pusat batuk tersebar merata di medula dekat dengan pusat pernafasan. Saraf eferan yaitu n.vagus, frenikus, interkostal, lumbalis, trigeminus, fasial, hipoglosus, Sedangkan yang bertindak sebagai efektor adalah otot laring, trakea, bronkus, diafragma, interkostal dan abdominal.
      Adanya rangsangan pada reseptor batuk (eksogen dan endogen) akan diteruskan oleh saraf aferen ke pusat batuk di medula. Dari pusat batuk, impuls akan diteruskan oleh saraf eferen ke efektor yaitu beberapa otot yang berperan dalam proses respiratorik.
Proses terjadinya batuk
1. Inspirasi
Terjadi inspirasi dalam untuk meningkatkan volume gas yang terinhalasi. Semakin dalam inspirasi semakin banyak gas yang terhirup, teregang otot-otot napas dan semakin meningkat tekanan positif intratorakal.
2. Kompresi
      Terjadi penutupan glotis setelah udara terhirup pada fase inspirasi. Penutupan glotis kira-kira berlangsung selama 0.2 detik. Tujuan penutupan glotis adalah untuk mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada keadaan ini terjadi pemendekan otot ekspirasi dengan akibat kontraksi otot ekspirasi, sehingga akan meningkatkan tekanan intratorakal dan juga intra abdomen.
3. Ekspirasi(eksplusif)
      Pada fase ini glotis dibuka, dengan terbukanya glotis dan adanya tekanan intratorakal dan intra abdomen yang tinggi maka terjadilah proses ekspirasi yang cepat dan singkat (disebut juga ekspulsif). Derasnya aliran udara yang sangat kuat dan cepat maka terjadilah pembersihan bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dll.
4. Relaksasi
      Terjadi relaksasi dari otot-otot respiratorik. Waktu relaksasi dapat terjadi singkat ataupun lama tergantung rangsangan pada reseptor batuk berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Hasan rusepno.,dr. Alatas.,dkk.(1985).Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta:Infomedika.
Suriadi.,Rita Yuliani.(2006).Buku Pegangan Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak.Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya.
Sowden betz.,(2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri.Jakarta: EGC.
Diakses: 23 september 2012, jam 12.35 wib.
 Diakses: 23 september 2012, jam 13.30 wib.
  Diakses: 23 september 2012, jam 13.40 wib